I.
KOMPETENSI UMUM
Praktikan dapat mengetahui bagaimana
cara kerja dalam uji Minimal inhibitory concentration (MIC).
II.
KOMPETENSI KHUSUS
Praktikan
dapat mengamati dan menentukan tingkat konsentrasi terendah yang masih dapat
menghambat pertumbuhan mikroba atau bakteri uji.
III.
PRINSIP
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat tingkat konsentrasi terendah yang masih dapat menghambat
pertumbuhan mikroba atau bakteri uji dengan
dengan melihat nila MIC-nya.
IV.
LANDASAN TEORI
Desinfektan merupakan proses
yang mematikan semua mikroorganisme pathogen dengan cara kimiawi dan fisik.
Desinfeksi mempunyai daya kerja terhadap bentuk vegetative dari mikroorganisme,
tetapi belum tentu mematikan bentuk sporanya . (Suriawiria ,2008)
Disinfeksi
berarti mematikan atau menyingkirkan organisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Meskipun melakukan desinfeksi dapat tercapai dengan keadaan steril, namun tidak
seharusnya mengandung arti sterilisasi. (Irianto , 2006).
Desinfektansia
adalah bahan atau zat yang digunakan untuk menghilangkan atau menghancurkan
bakteri petogen atau nonpatogen, terutama bakteri yang membahayakan (patogen).
Istilah ini pada umumnya digunakan dalam proses membebaskan benda-benda mati
atau infeksi, dan aman untuk dipakai dalam bidang industri atau pada rumah
sakit- rumah sakit atau industri-industri makanan/minuman dan industri farmasi
lainnya. Untuk memeriksa baik tidaknya bahan-bahan yang akan digunakan untuk
desinfeksi dalam industri, laboratorium maupun rumah sakit, maka perlu
dilakukan beberapa tes yaitu (Anonim, 2014)
1. Minimal
inhibitori concentration ( MIC test )
2. Ridel-walker
test
Pada
kedua test ini dikaitkan “ capasity use dulution test “ stability test dan “
in-use test “. Yang dimaksud dengan MIC adalah konsentrasi terendah yang masih
dapat menghambat pertumbuhan mikroba atau uji bakteri ( Anonim,2014).
Koefisien fenol atau angka fenol adalah suatu angka yang
menunjukkan aktivitas larutan disinfektan dalam membunuh mikroorganisme jika
dibandingkan dengan fenol sebagai standar. Bakteri uji yang digunakan dalam
penentuan angka fenol adalah staphylococcus aureus yang mewakili bakteri
gram-positif dan salmonella thypi yang mewakili bakteri gram-negatif. Kedua
bakteri uji ini diinokulasikan dalam berbagai pengenceran larutan fenol murni
dan bahan disinfektan yang akan ditentukan koefisien fenolnya (Radji, 2011).
Kegunaan
koefisien fenol sangat terbatas, misalnya suatu desinfektan yang dilarutkan
dalam air dapat mempunyai koefisien fenol sampai 50, tetapi desinfektan ini
dapat dikatakan tidak berguna bila diterapkan dalam lingkungan yang ada
darahnya, atau bila digunakan dalam hubungan dengan bahan-bahan seperti pus,
saliva, feses atau susu, karena bahan-bahan ini dapat bergabung dengan
disinfektan itu dan memisahkannya dari kontak dengan bakteri. Selain itu,
koefisien fenol dapat juga untuk salmonella
typhi tinggi, tetapi terhadap bakteri lain hanya mencapai 2 atau 3 saja,
seperti misalnya terhadap stapylococcus
aureus. Oleh karena itu, bila suatu substansi dinyatakan mempunyai
koefisien fenol tertentu, hendaknya diingat bahwa cara ini terbatas dalam
penerapannya (Irianto, 2006)
Koefisien fenol adalah perbandingan tingkat pengenceran
setiap bahan yang diuji (fenol dan bahan disinfektan uji) yang tidak mematikan
bakteri uji dalam waktu 5 menit, tetapi mematikan bakteri uji dalam waktu 10
menit (Radji, 2011).
Keefektifan
suatu desinfektan yang dapat larut dalam air dan terdiri dari turunan
(golongan) senyawaan fenol dapat diuji dengan penentuan koefisien fenol.
Pengujian ini dilakukan berdasarkan perbandingan dengan fenol murni dalam
keadaan yang sama (Irianto, 2006).
Koefisien fenol dinyatakan sebagai suatu bilangan, yang
dihitung dengan cara membandingkan aktivitas larutan bahan desinfektan dengan
pengenceran tertentu dan aktivitas larutan fenol dengan pengenceran baku
(Radji, 2011).
Jika suatu disinfektan telah ditetapkan
koefisien fenolnya, maka sudah menjadi kebiasaan untuk menggunakan disinfektan
itu dalam konsentrasi 20 kali koefisien fenol (jadi bila koefisien fenol 5,
maka larutan pakai disinfektan itu adalah 1:100 ). Cara penentuan ini yang
dilakukan sekehendaknya, seringkali tidak dapat diandalkan terhadap kerja
pendisinfeksian. Oleh karena itu,
sebagai pengecekan sering dilakukan uji kapasitas larutan pakai disinfektan
(Use-dilution test). (Radji, 2011).
Setelah pengeraman selama 48 jam pada suhu 370c
dicatat pertumbuhan yang terjadi dalam tabung tabung yang telah di tnam. Bila
dalam semua tabung dengan desinfektan yang diuji mikroorgaisme ujinya mati,
maka tidak i mukan pertumbuhan. Dalam hal ini pemriksaan hrus diulang dengan
pegenceran yang lebih tinggi. (Radji, 2011).
Koefisien fenol dihitung sebagai ratio
pengencern tertinggi dari disinfektan (x) yang diuji, yang tidak mematikan
mikroorganisme uji dalam 5 menit (dalam medium pembiakkan ada pertumbuhan) ,
tetapi mematikan miroorganisme uji dalam waku 10 menit ( tidak ada pertumbuhan
dalam medium pembiakan ) terhadap pengnceran fenol dalam keadaan dan waktu yang
sama. ( Irianto, 2006 ).
Bila
hasil koefisien diperoleh maka koefisien fenol ditentukan sebagai berikut:
Fenol : tumbuh pada 5 menit, tidak tumbuh
pada 10 menit pada pengenceran 90 kali.
Desinfektan X : tumbuh pada 5 menit, tidak tumbuh pada 10
menit pada pengenceran 450 kali.
Koefisien fenol : 450/90 = 5
Yang dapat
dipakai sebagai organism uji adalah salmonella
typhi, staphylococcus aureus , pseudomonas
aeruginosa. Cara tresebut adalah cara
penentuan koefisien fenolmenurut FDA. Cara-cara lain yang dikenal ialah cara
menurut Rideal Walker dan Chick Martin.
Disinfeksi berarti mematikan atau menyinkirkan organisme
yang dapat menyebabkan infeksi. Meskipun dengan melakukan disinfeksi dapat
tercapai keadaan steril , namun tidak seharusnya terkandung arti sterilisasi.
Disinfeksi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan zat zat kimia seperti fenol,
formaldehide, klor, iodium, atau sublimat.pada susu, disinfeksi (bukan
sterilisasi) dilakukan dengan pasteurisasi. Pada umumnya disinfeksi dimaksudkan
untuk mematikan sel sel vegetatif yang lebih sensitif tetapi bukan spora spora
yang tahan panas ( Irianto 2006 ).
Kegunaan koefisien fenol sangat terbatas,
misalnya suatu desinfektan yang dilarutkan dalam air dapat mempunyai koefisien
fenol sampai 50, tetapi desinfektan ini dapat dikatakan tidak berguna bila
diterapkan dalam lingkungan yang ada darahnya, atau bila digunakan dalam
hubungan dengan bahan-bahan seperti pus, saliva, feses atau susu, karena
bahan-bahan ini dapat bergabung dengan disinfektan itu dan memisahkannya dari
kontak dengan bakteri. Selain itu, koefisien fenol dapat juga untuk salmonella typhi tinggi, tetapi terhadap
bakteri lain hanya mencapai 2 atau 3 saja, seperti misalnya terhadap stapylococcus aureus. Oleh karena itu,
bila suatu substansi dinyatakan mempunyai koefisien fenol tertentu, hendaknya
diingat bahwa cara ini terbatas dalam penerapannya (Irianto, 2006)
Untuk mengetahui kekuatan masing-masing desinfektan orang
perlu mempunyai suatu ukuran pokok.
Adapun zat yang dipakai ialah fenol. ( Dwidjoseputro
, 2003 ).
Mikroorganisme yang digunakan sebagai penguji khasiat desinfektan adalah salmonella
typhosa,kadang-kadang digunakan juga Microccus
aureus. Desinfektan yang akan diuji itu akan diencerkan menurut
perbandingan tertentu. Misal, kita membuat 2 larutan fenol,yang satu ( 1:90 )
dan yang lain ( 1:100 ). Di samping itu kita membuat beberapa larutan suatu
desinfektan A yang akan kita banding khasiatnya dengan khasiat fenol.
Katakan,larutan disenfektan A itu ( 1:300 ),( 1:350 ),( 1:400 ),( 1:400 ),(
1:400 ),dari tiap-tiap larutan kita ambil 5 ml untuk kita masukkan dalam tabung
steril; banyaknya tabung sesuai dengan banyaknya larutan fenol dan desinfektan
A. kita memerlukan 3 perangkat dalam pengujian ini,yaitu 12 tabung untuk
desinfektan 0,5 ml inokulum salmonella
thyphosa yang masih muda.setelah 5 menit berada di dalm larutan, maka
diambillah satu kolong inokulum untuk digesekan pada agar-agar lempengan, dan
piaraan ini kemudian disimpan dalam temperatur 370C. setelah
berselang 48 jam piaraan dapat diperiksa tentang ada tidaknya koloni.-koloni salmonella. Jika tak ada pertumbuhan,
hal ini berarti bahwa bakteri telah mati ketika diambil dari tabung yang berisi larutan desinfektan.
Hal semacam ini dikerjakan pula dengan perangkat kedua. Dimana salmonella dibiarkan berada dala larutan
selama 10 menit. Di dalam perangkat yang ketiga bakteri dibiarkan selama 15
menit berada dalam desinfektan. Makin besar koefisien fenol suatu desinfektan
berarti makin manjurlah desinfektan itu ( Dwidjoseputro , 2003 ).
V.
METODE KERJA
A. Alat yang digunakan
Adapun
alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah autoklaf,
botol pengencer, cawan petri, Erlenmeyer, hand sprayer, inkubator, ose
bulat/lurus, rak tabung, spoit 1 mL dan 5 mL, pipet tetes,dan tabung reaksi.
B.
Bahan yang digunakan
Adapun bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium foil, alkohol 70 %, Harpic,
kapas, kertas label, larutan pengencer, dan medium nutrient broth.
C.
Cara kerja
Uji MIC (Anonim, 2012)
1. Sediakan 10 buah tabung steril, dan isi
9,5 ml medium NB steril kedalam tabung pertama dan 5 ml kedalam tabung lainnya.
2. Tambahkan ke dalam tabung pertama 0,5 ml
anti mikroba yang akan di uji , sehingga di peroleh pengenceran 1:20.
3. Diambil dengan pipet steril 5 ml dari
tabung pertama dan masukkan ke dalam tabung ke dua, campurkan sampa homogen.
4. Kemudian di ambil lagi 5 ml dari tabung
kedua ini dan di masukkan ke dalam tabung ketiga dan seterusnya sampai pada
tabung kesepuluh , setelah dihomogenkan, dipipet 5 ml dari tabung terakhir dan
dibuang. Sebaiknya untuk pemindahan cairan dari tabung ke tabung digunakan
pipet tersendiri.
5. Ditanam kedalam tiap-tiap tabung 0,02 ml
suspensi biakan yang telah berumur 24 jam.
6. Diinkubasikan semua tabung pada suhu 370
C dan diperiksa pertumbuhan bakteri setelah 24-72 jam.
7. Untuk memastikan bahwa bakteri yang
tu,buh adalah bakteri yang diinokulokasikan, maka adanya pertumbuhan di periksa
dengan penanam kembali dalam medium pembenihan. Konsentrasi tertinggi yang masih memperlihatkan
penghambatan pertumbuhan mikroba adalah nilai MIC-nya.
VI. TABEL PENGAMATAN
A. Sampel ( Harpic )
NO
|
Pengenceran
|
Lama kontak
|
|||
5’
|
10’
|
15’
|
20
|
||
1
|
1:10
|
-
|
-
|
+
|
-
|
2
|
1:20
|
-
|
+
|
+
|
-
|
3
|
1:30
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4
|
1:40
|
-
|
+
|
+
|
+
|
5
|
1:50
|
-
|
+
|
+
|
+
|
B. Fenol
NO
|
Pengenceran
|
Lama Kontak
|
|||
5’
|
10’
|
15’
|
20
|
||
1
|
1:80
|
-
|
+
|
+
|
+
|
2
|
1:90
|
-
|
+
|
+
|
+
|
3
|
1:100
|
-
|
+
|
+
|
+
|
C. Tabel Uji MIC
No
|
Perbandingan
|
Pengamatan
|
Keterangan
|
1
|
1 : 20
|
-
|
|
2
|
1 : 40
|
+
|
|
3
|
1 : 80
|
+
|
|
4
|
1 : 160
|
+
|
|
5
|
1 : 320
|
+
|
|
6
|
1 : 640
|
+
|
|
7
|
1 : 1280
|
+
|
Keterangan :
Kekeruhan : ( +
)
Jernih
: ( - )
VII. PEMBAHASAN
Desinfektan
merupakan proses yang mematikan semua mikroorganisme pathogen dengan cara
kimiawi dan fisik. Desinfeksi mempunyai daya kerja terhadap bentuk vegetative
dari mikroorganisme, tetapi belum tentu mematikan bentuk sporanya .
Koefisien fenol atau
angka fenol adalah suatu angka yang menunjukkan aktivitas larutan disinfektan
dalam membunuh mikroorganisme jika dibandingkan dengan fenol sebagai standar.
Bakteri uji yang digunakan dalam penentuan angka fenol adalah staphylococcus
aureus yang mewakili bakteri gram-positif dan salmonella thypi yang mewakili
bakteri gram-negatif. Kedua bakteri uji ini diinokulasikan dalam berbagai
pengenceran larutan fenol murni dan bahan disinfektan yang akan ditentukan
koefisien fenolnya.
Pada uji MIC,
Disediakan 10 buah tabung steril, dan isi 9,5 ml medium NB steril kedalam
tabung pertama dan 5 ml kedalam tabung lainnya. Ditambahkan ke dalam tabung pertama 0,5 ml anti mikroba yang akan di uji ,
sehingga di peroleh pengenceran 1:20. Diambil dengan pipet steril 5 ml dari tabung pertama dan masukkan ke dalam
tabung ke dua, campurkan sampa homogen. Kemudian di ambil lagi 5 ml dari tabung kedua ini dan di masukkan ke dalam
tabung ketiga dan seterusnya sampai pada tabung kesepuluh , setelah
dihomogenkan, dipipet 5 ml dari tabung terakhir dan dibuang. Sebaiknya untuk
pemindahan cairan dari tabung ke tabung digunakan pipet tersendiri. Ditanam kedalam tiap-tiap tabung 0,02 ml suspensi biakan yang telah berumur
24 jam. Diinkubasikan semua tabung pada suhu 370 C dan diperiksa
pertumbuhan bakteri setelah 24-72 jam. Untuk memastikan bahwa bakteri yang tu,buh adalah bakteri yang
diinokulokasikan, maka adanya pertumbuhan di periksa dengan penanam kembali
dalam medium pembenihan. Konsentrasi
tertinggi yang masih memperlihatkan penghambatan pertumbuhan mikroba adalah
nilai MIC-nya.
Pada percobaan ini
digunakan lima konsentrasi yang digunakan pada percobaan
fenol yaitu 5 %. Karena pada konsentrasi 2 – 5%
fenol efektif mendenaturasi protein dan merusak membrane sel bakteri
serta aktif pada pH asam dan
pada konsentrasi tersebuttidak toksis bagi manusia.
Persyaratan koefesien fenol yaitu jika nilai koefesien fenol antara 0,05-1 maka zat kimia uji adalah
antiseptik/desinfektan yang kurang efektif sedangkan jika nilai yang diperoleh
lebih besar dari 1, maka zat kimia uji adalah antiseptik/desinfektan yang
efektif.
Mikroba-mikroba yang biasa digunakan pada koefisien fenol
yaitu
Shigella disentri yang dimaksudkan untuk melihat sampel vial dan
fenol baku 5% dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri tersebut dan
bakteri ini juga yang digunakan sebagai bakteri uji
koefisien fenol di Indonesia.
Nilai MIC (Minimal
Inhibitory Concentration) diletakkan pada tabung ke-2 deret 1 pada percobaan
koefisien fenol, dimaksudkan untuk melihat daya hambat konsentrasi desinfektan
di atas Nilai MIC (Minimal Inhibitory Concetration) dan menguji kembali apakah
nilai MIC yang telah diperoleh sudah mutlak. Sedangkan pada tabung 1 deret I
yang berisi sampel, air steril dan suspensi biakan mikroba direndam dalam wadah
berisi es, bertujuan untuk menjaga pertumbuhan mikroba yang dipengaruhi oleh
suhu. Digunakan air steril sebab dengan lingkungan yang steril maka mikroba
tidak akan mengalami pertumbuhan sehingga akan membantu kerja dari desinfektan
yang digunakan. Digunakan suspensi bakteri agar dapat diketahui apakah
desinfektan yang akan diuji mampu menghambat pertumbuhan dari bakteri uji atau
tidak.
Pada percobaan ini digunakan lama kontak 5, 10 dan 15 menit untuk membandingkan
pengenceran tertinggi tes produk yang membunuh kuman dalam waktu 10 menit
(tetapi tidak membunuh dalam 5 menit) dengan pengenceran fenol yang memberikan
hasil yang sama. Secara umum waktu yang diperlukan oleh bakteri untuk dapat
mengadakan kontak dengan desinfektan (lama kontak) adalah 5-10 menit, karena
suatu desinfektan yang memiliki koefisien fenol memiliki aktivitas kerja yang
optimal pada lama kontak tersebut sehingga pengukuran koefisien dilakuukan
dengan melihat hasil positif pada setiap pengenceran dalam waktu 5 menit.
Pengenceran tertinggi dari desinfektan dan baku fenol dapat mematikan bakteri
uji dalam waktu kontak 10 menit, tetapi tidak mematikan bakteri uji dalam waktu
kontak 5 menit. Dan digunakan lama kontak 15 menit karena ditakutkan ada
bakteri yang belum mati pada menit ke 10.
Pada
praktikum ini medium yang digunakan adalah adalah medium NB ( dalam bentuk
cair). Medium yang cocok untuk bakteri adalah medium NA, tetapi Digunakan
medium cair karena ingin melihat kekeruhan atau kejernihan dari medium, yang
menandakan ada tidaknya pertumbuhan bakteri yang terjadi.
Dari praktikum untuk sampel harpic pada pengenceran 1:10
sampai 1:50 untuk lama kontak 5’ semuanya menunjukkan hasil yang negatif. Pada lama kontak 10’ hanya
pada pengenceran 1:10 dan 1:30 yang menunjukkan hasil yang negatif. Sedangkan untuk lama kontak 15’ dan 20’ didapatkan hasil
pada pengenceran 1:10 sampai 1:30 yang mana menunjukkan hasil yang negatif. Sedangkan pada pengenceran 1:40 dan 1:50 menunjukkan
hasil positif.
Dari praktikum untuk fenol, didapatkan hasil bahwa pada
larutan baku fenol dengan konsentrasi 5 % diperoleh hasil untuk lama kontak pada 5’ untuk semua pengenceran dari deret 1
sampai deret 3 menghasilkan hasil yang negative. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada ditumbuhi oleh mikroorganisme. Sedangkan untuk lama kontak 10’, 15’
dan 20’ pada semua pengenceran dari deret 1 sampai ke deret 3 menunjukkan hasil
yang positif yang berarti fenol tersebut
telah ditumbuhi mikroorganisme.
Dari praktikum
untuk uji MIC, untuk perbandingan 1:20 pada pengamatan menunjukkan hasil bahwa tidak
adanya perubahan yang ditunjukkan. Sedangkan untuk perbandingan 1:40, 1:80,
1:160, 1:320, 1: 640, 1:1280 menununjukkan adanya perubahan.
Faktor-faktor kesalahan
yang mungkin terjadi pada praktikum yaitu :
1. Alat-alat yang digunakan belum steril.
2. Adanya kontaminasi dari luar.
3. Pengerjaannya yang kurang teliti dan serius.
4. Penghitungan waktu( stopwatch ) yang tidak tepat.
VII.
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum kami
dapal menyimpulkan bahwa untuk sampel yang berupa harpic juga termasuk sebagai
desinfektan yang baik dalam membunuh mikroorganisme. Dan untuk koefision fenol
dengan konsentrasi 5% dapat memberikan efek yang baik sebagai desinfektan. Pada
uji MIC didapatkan hasil untuk perbandingan 1:20 memberikan hasil yang baik
sebagai penghambat mikroorganisme
IX. SARAN
Sebaiknya pada saat praktikum
berlangsung praktikan harus meminta perhatian penuh kepada asisten agar meminimalis faktor-faktor
kesalahan yang akan terjadi pada saat praktikum.
X. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Penuntun Praktikum Mikrobiologi Farmasi Terapan, Universitas Muslim Indonesia,
Makassar.
Dwidjoseputro, D.2003, Dasar-dasar
Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta .
Radji,
M.,2011, Mikrobiologi, Buku
kedokteran ECG, Jakarta.
Irianto,
Koes. Mikrobiologi Medis. Penerbit
Alfabeta : Bandung.\
Suriwiria,U.2008. “Mikrobiologi
Air”, Bandung : PT. Alumni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar